Tugas : Cari jurnal “Hubungan Etika
Bisnis dengan Kejahatan Korporasi”
Judul Jurnal : Pengaruh
Etika Bisnis Terhadap Kejahatan Korporasi dalam Lingkup Kejahatan Bisnis
Sumber : Elfina Lebrine S.
Fakultas Hukum, Laboratorium Hukum Pidana, Universitas
Surabaya
Jl.Raya Kalirungkut, Surabaya
http:corporatecrime.com
Artikel
Hubungan Etika Bisnis dengan Kejahatan Korporasi
Indonesia saat ini dilanda
kriminalitas kontemporer yang mengancam lingkungan hidup, sumber energi dan
pola-pola kejahatan di bidang ekonomi. seperti kejahatan Bank, kejahatan
komputer, penipuan terhadap konsumen berupa barang-barang produksi kualitas rendah
yang dikemas indah dan dijajakan lewat iklan besar-besaran dan berbagai pola
kejahatan korporasi lainnya. Seiring dengan perkembangan arus globalisasi dan
teknologi informasi dalam era milenium ini, telah mendorong munculnya beberapa
jenis dan istilah kejahatan yang sebetulnya secara substansial bukan “barang
baru”, namun ‘”barang lama” yang telah dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi
suatu kejahatan yang lebih modern dan lebih canggih. Modus operandi yang
digunakan untuk melakukan kejahatan tersebut dahulu tidak dikenal dan tidak
pernah dipikirkan oleh para pelaku kejahatan, namun saat ini menjadi suatu
‘trend’ modus kejahatan. Hal ini ditegaskan pula oleh Sutan Remy Sjahdeini yang
dikutip oleh Romli Atmasasmita, bahwa perkembangan kejahatan tampak pada
penggunaan istilah-istilah baru misalnya: istilah corporate crime, business
crime, economic crime yakni kejahatan ekonomi atau kejahatan terhadap ekonomi
(crime against economy), istilah financial abuse yang memiliki pengertian
sangat luas termasuk bukan saja aktivitas ilegal yang mungkin merugikan sistem
keuangan (financial system), tetapi juga aktivitas-aktivitas lain yang
bertujuan menghindari kewajiban pembayaran pajak (tax evasion), atau istilah
financial crime yang merupakan subset dari financial abuse yang dalam
pengertian sempit dapat diartikan sebagai non-violent crime yang pada
umumnya dapat menyebabkan kerugian keuangan (financial loss) yang
menggunakan atau melalui lembaga keuangan.
Kejahatan diartikan sebagai suatu perbuataan yang
oleh masyarakat dipandang sebagai kegiatan yang tercela, dan terhadap pelakunya
dikenakan hukuman (pidana). Sedangkan korporasi adalah suatu badan hukum yang
diciptakan oleh hukum itu sendiri dan mempunyai hak dan kewajiban. Jadi,
kejahatan korporasi adalah kejahatan yang dilakukan oleh badan hukum yang dapat
dikenakan sanksi. Dalam literature sering dikatakan bahwa kejahatan korporasi
ini merupakan salah satu bentuk White Collar Crime.Dalam arti luas
kejahatn korporasi ini sering rancu dengan tindak pidana okupasi, sebab
kombinasi antara keduanya sering terjadi.
Menurut
Marshaal B. Clinard dan Peter C Yeager sebagaimana dikutip oleh Setiyono
dikatakan bahwa setiap tindakan yang dilakukan oleh korporasi yang bias diberi
hukuman oleh Negara, entah di bawah hukum administrasi Negara, hokum perdata
maupun hukum pidana.
Menurut
Marshaal B. Clinard kejahatan korporasi adalah merupakan kejahatan kerah putih
namun ia tampil dalam bentuk yang lebih spesifik. Ia lebih mendekati kedalam
bentuk kejahatan terorganisir dalam konteks hubungan yang lebih kompleks dan
mendalam antara seorang pimpinan eksekutif, manager dalam suatu tangan. Ia juga
dapat berbentuk korporasi yang merupakan perusahaan keluarga, namun semuanya
masih dalam rangkain bentuk kejahatan kerah putih.
Menurut
Sutherland kejahatan kerah putih adalah sebuah perilaku keriminal atau
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dari kelompok yang
memiliki keadaan sosio- ekonomi yang tinggi dan dilakukan berkaitan dengan
aktifitas pekerjaannya.
Dari
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kejahatan korporasi pada umumnya
dilakukan oleh orang dengan status social yang tinggi dengan memanfaatkan
kesempatan dan jabatan tertentu yang dimilikinya. Dengan kadar keahlian yang
tinggi dibidang bisnis untuk mendapatkan keuntungan dibidang ekonomi.
Salah satu hal yang membedakan antara kejahatan
korporasi dengan kejahatan konvensional atau tradisional pada umumnya terletak
pada karakteristik yang melekat pada kejahatan korporasi itu sendiri, antara
lain :
1. Kejahatan tersebut sulit terlihat ( Low
visibility ), karena biasanya tertutup oleh kegiatan pekerjaan yang
rutin dan normal, melibatkan keahlian professional dan system organisasi yang
kompleks.
2. Kejahatan tersebut sangat kompleks ( complexity )
karena selalu berkaitan dengan kebohongan, penipuan, dan pencurian serta sering
kali berkaitan dengan sebuah ilmiah, tekhnologi, financial, legal,
terorganisasikan, dan melibatkan banyak orang serta berjalan bertahun – tahun.
3. Terjadinya penyebaran tanggung jawab ( diffusion
of responsibility ) yang semakin luas akibat kompleksitas organisasi.
4. Penyebaran korban yang sangat luas (diffusion
of victimization ) seperti polusi dan penipuan.
5. Hambatan dalam pendeteksian dan penuntutan (detection
and prosecution ) sebagai akibat profesionalisme yang tidak seimbang
antara aparat penegak hukum dengan pelaku kejahatan.
6. Peraturan yang tidak jelas (ambiguitas
law ) yang sering menimbulkan kerugian dalam penegakan hukum.
7. Sikap mendua status pelaku tindak pidana.
Harus diakui bahwa pelaku tindak pidana pada umumnya tidak melanggar peraturan
perundang – undangan tetapi memang perbuatan tersebut illegal.
Keinginan korporasi untuk terus meningkatkan
keuntungan yang diperolehnya mengakibatkan terjadinya tindakan pelanggaran
hukum. Korporasi, sebagai suatu badan hukum, memiliki kekuasaan yang besar
dalam menjalankan aktivitasnya sehingga sering melakukan aktivitas yang
bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, bahkan selalu merugikan
berbagai pihak. Walaupun demikian, banyak korporasi yang lolos dari
kejaran hokumsehingga tindakan kejahatan korporasi semakin meluas dan tidak
dapat dikendalikan. Dengan mudahnya korporasi menghilangkan bukti-bukti
atas segala kejahatannya terhadap masyarakat. Sementara itu, tuntutan
hukum terhadap perilaku buruk korporasi tersebut selalu terabaikan karena
tidak ada ketegasan dalam menghadapi masalah ini.
Pemerintah
dan aparat hukum harus mengambil tindakan yang tegas mengenai kejahatan
korporasi karena baik disengaja maupun tidak, kejahatan korporasi selalu
memberikan dampak yang luas bagi masyarakat dan lingkungan, bahkan dapat
mengacaukan perekonomian negara. Jika hukuman dan sanksi yang dijatuhkan
kepada korporasi tidak memiliki keberartian, perilaku buruk
korporasi dengan melakukan aktivitas yang illegal tidak akan
berubah. Korporasi diharapkan tidak lagi melarikan diri dari tanggung
jawabnya, dalam hal ini tanggung jawab pidana. Terutama, korporasi akan
dibebani oleh lebih banyak tanggung jawab moral dan sosial untuk
memperhatikan keadaan dan keamanan lingkungan kerjanya, termasuk penduduk,
budaya, dan lingkungan hidup.
Kejahatan
korporasi yang lazimnya berbentuk dalam kejahatan kerah putih
(white-collar crime), biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan atau
badan hukum yang bergerak dalam bidang bisnis dengan berbagai tindakan
yang melanggar hukum pidana. Berdasarkan pengalaman dari beberapa negara
maju dapat dikemukakan bahwa identifikasi kejahatan-kejahatan korporasi
dapat mencakup tindak pidana seperti pelanggaran undang-undang anti
monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai,
pelanggaran ketentuan harga, produksi barang yang membahayakan kesehatan,
korupsi, penyuapan,pelanggaran administrasi, perburuhan, dan pencemaran
lingkungan hidup. Kejahatan korporasi tidak hanya dilakukan oleh satu
korporasi saja, tetapi dapat dilakukan oelh dua atau lebih korporasi
secara bersama-sama. Apabila perbuatan yang dilakukan korporasi, dikaitkan
dengan peraturan perundang-undangan di bidang hukum pidana yang merumuskan
korporasi sebagai subjek tindak pidana, maka korporasi tersebut jelas
dapat dipidana. Bercermin dari bentuk-bentuk tindak pidana di bidang
ekonomi yang dilakukan oleh korporasi dalam menjalankan aktivitas bisnis,
jika dikaitkan dengan proses pembangunan, maka kita dihadapkan kepada
suatu konsekuensi meningkatnya tindak pidana korporasi yang mengancam dan
membahayakan berbagai segi kehidupan di masyarakat.
Korporasi,
sebagai subjek tindak pidana, dapat dimintai pertanggung jawaban atas
tindakan pidana, jika tindakan pidana tersebut dilakukan oleh atauuntuk
korporasi maka hukuman dan sanksi dapat dijatuhkan kepada korporasi dan atau
individu di dalamnya. Namun demikian perlu diadakan indentifikasi
pada individu korporasi misalnya pada direktur, manajer dan karyawan agar
tidak terjadi kesalahan dalam penjatuhan hukuman secara
individual. Tidak bekerjanya hukum dengan efektif untuk menjerat
kejahatan korporasi, selain karena keberadaan suatu korporasi dianggap
penting dalammenunjang pertumbuhan atau stabilitas perekonomian nasional,
sering kali juga disebabkan oleh perbedaan pandangan dalam melihat
kejahatan yang dilakukan oleh korporasi. Kejahatan yang dilakukan oleh
korporasi lebih dianggap merupakan kesalahan yang hanya bersifat
administratif daripada suatu kejahatan yang serius. Sebagian besar
masyarakat belum dapat memandang kejahatan korporasi sebagai kejahatan yang
nyata walaupun akibat dari kejahatan korporasi lebih merugikan dan
membahayakan kehidupan masyarakat dibandingkan dengan kejahatan jalanan.
Akibat dari suatu kejahatan yang dilakukan oleh
korporasi lebih membahayakan dibandingkan dengan kejaharan yang
diperbuat seseorang. Dasar kesalahan perusahaan yang dapat diindikasikan
sebagai kejahatan korporasi, terlihat dalam kelalaian, keserampangan,
kelicikan, dan kesengajaan atas segala tindakan korporasi. Setiap suatu
korporasi dimintai pertangungjawabannya oleh aparat penegak hukum, selalu
ada berbagai tekanan baik dari korporasi maupun pemerintah yang akhirnya
menghilangkan tuntutan hukum korporasi. Aparat penegak hukum seringkali
gagal dalam mengambil tindakan tegas terhadap berbagai kejahatan yang
dilakukan oleh korporasi. Hal ini sangatmengkhawatirkan, karena dampak
kejahatan yang ditimbulkan oleh korporasi sangat besar. Korbannya bisa
berjumlah puluhan, ratusan, bahkan ribuan orang.
Hukuman
atas segala kejahatan korporasi adalah sebuah persoalan politis. Yang
terjadi dalam peristiwa politis adalah tawar-menawar yang
mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban warga negara. Dalam hitungan
hak dankewajiban, korporasi dibolehkan menikmati hak-hak yang sangat luas
dan menciutkan kewajiban-kewajiban mereka. Kerugian akibat kejahatan
korporasi sering sulit dihitung karena akibat yang ditimbulkannya
berlipat-lipat, sementarahukuman atau denda pengadilan acap kali tidak
mencerminkan tingkat kejahatan mereka Perusahaan memiliki kekuatan
untuk menentukan kebijakan melaluidirektur dan para eksekutif dan perusahaan
seharusnya bertanggung jawab atas akibat dari kebijakan mereka. Namun
perusahaan – tidak seperti manusia – tidak dibebani oleh berbagai emosi
dan perasaan sehingga dengan mudahnya dapat menutupi perilaku buruknya.
Terdapat
dua model kejahatan korporasi; pertama, kejahatan yang dilakukan oleh
orang yang bekerja atau yang berhubungan dengan suatu perusahaan yang
dipersalahkan; dan kedua, perusahaan sendiri yang melakukan tindakan
kejahatan melalui karyawan-karyawannya. Kejahatan yang terjadi
dalam konteks bisnis dilatar belakangi oleh berbagai sebab. Human error
yangdipadukan dengan kebijakan yang sesat dan kekeliruan dalam
pengambilan keputusan merangsang terjadinya tindakan pelanggaran
hukum. Pada pendekatan di Amerika mengenai vicarious liability
menyatakan bahwa bila seorang pegawai korporasi atau agen yang berhubungan
dengankorporasi, bertindak dalam lingkup pekerjaannya dan dengan maksud untuk
menguntungkan korporasi dengan melakukan suatu kejahatan,
tanggung jawab pidananya dapat dibebankan kepada perusahaan. Tidak peduli
apakah perusahaansecara nyata memperoleh keuntungan atau tidak atau apakah
perusahaan telah melarang aktivitas tersebut atau tidak. Sedangkan di
Inggris, various liability terbatas pada tanggung jawab perusahaan
terhadap kejahatan korporasi yang dilakukan oleh seorang yang memiliki
kekuasaan yang tinggi (identification). Teori ini menyatakan
bahwa korporasi tidak dapat melakukan sesuatu kecuali melalui seorang yang
dapat mewakilinya. Bila seorang yang cukup berkuasa dalam struktur korporasi,
atau dapat mewakili korporasi melakukan suatu kejahatan, maka
perbuatan dan niat orang itu dapat dihubungkan dengan korporasi. Korporasi
dapat dimintaipertanggungjawaban secara langsung. Namun, suatu korporasi
tidak dapat disalahkan atas suatu kejahatan yang dilakukan oleh seorang
yang berada di level yang rendah dalam hirarki korporasi
tersebut. Komisi Hukum Inggris telah mengusulkan bahwa terdapat satu
kejahatan baru, yaitu pembunuhan oleh korporasi “corporate killing”.
Kejahatan ini merupakan suatu species terpisah dari manslaugter yang hanya
dapat dilakukan oleh korporasi. Dalam hal ini, masalah-masalah yang
berkaitan dengan penegasantentang kesalahan korporasi, seperti pembuktian dari
niat atau kesembronoan, dapat diatasi dengan membuat definisi khusus yang
hanya dapat diterapkan kepada korporasi.
Pada
era globalisasi ini, perkembangan perusahaan multinasional sangat pesat,
bahkan perusahaan tersebut mampu menempatkan diri pada posisi yang sangat
strategis untuk memperoleh perlindungan hukum sehingga peradilan
dalam negeri sulit untuk mengajukan tuntutan terhadap tindakan mereka
yang merugikan. Agar kelemahan perangkat hukum tidak terulang lagi,
perlu dibuat aturanpertanggung jawaban korporasi yang komprehensif dan mencakup
semua kejahatan. Namun, pada pengadilan atas tindakan kriminalirtas
korporasi, keputusan mengenai hukuman dan sanksi, selalu menjadi hal
terakhir untukdiputuskan. Setiap tuntuan yang terjadi atas kejahatan korporasi
selalu dipersulit sehingga sering tidak dapat direalisasikan. Dengan
demikian dapat terlihat bahwa hukum pun masih tidak dapat diandalkan untuk
menindak lanjuti masalah kejahatan korporasi. Suatu tindakan
kejahatan, terjadi karena korporasi tersebut mendapatkan keuntungan dari
tindakan kejahatan yang dilakukannya. Oleh karena itu, agar dapat
menghapuskan tindakan kejahatan korporasi, dapat dilakukan
dengan mengambil keuntungan yang diperolehnya atas tindakan kriminalitas
tersebut. Misalnya dengan membebankan korporasi suatu denda yang lebih
besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh. Jika tindakan
kriminalitas tidak lagi mengutungkan korporasi, maka ia tidak akan
terlibat kembali dalam suatutindakan kriminal. Namun dalam prakteknya, denda
hukum yang dijatuhkan kepada korporasi sekedar dihitung sebagai biaya
produksi tanpa sepeserpun mengurangi keuntungan korporasi. Walaupun
mengurangi keuntungan, praktekillegal korporasi masih dapat terus berlanjut.
Dengan kata lain, denda yang dikenakan kepada korporasi hanya mengubah tindakan
kejahatan korporasi dari kesalahan terhadap masyarakat menjadi biaya dalam
kegiatan bisnis Publisitas atas keburukan korporasi juga dapat dilakukan
sebagai sanksiatas kejahatan korporasi. Namun sayangnya, hal tersebut membawa
dampak yang tidak diinginkan. Jika terjadi pemboikotan dari seluruh
konsumen terhadap semuaproduk korporasi, maka secara pidana, pengadilan
berhasil mengadili korporasi tersebut. Tetapi jika korporasi mengalami
kerugiam yang besar, maka korporasi akan mengurangi jumlah karyawannya
sehingga akan banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya. Beraneka
ragam sanksi yang dikenakan kepada korporasi seperti melaluidenda, kompensasi
dan ganti rugi, kerja sosial, pengenaan perbaikan, publisitas keburukan,
dan orientasi pengendalian, tidak dapat menghentikan tindakan kejahatan
yang dilakukan korporasi. Korporasi dapat lolos dari
sanksi-sanksi tersebut dengan mengorbankan pegawai mereka.Sebagaimana
vicarious liability dan identification, kejahatan yang dilakukan korporasi
juga merupakan tanggung jawab individu-individu di dalammnya. Demikian
juga, korporasi bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan oleh
individu-individunya. Jika suatu korporasi dikenai suatu hukuman atas
kejahatan, kepada siapa hukuman tersebut akan dikenakan? Jawaban
yang masuk akal adalah direktur perusahaan. Menurut ‘identification’,
tanggung jawabperusahaan sering didasarkan atas kejahatan yang dilakukan
direktur atau para eksekutifnya. Sayangnya, hal itu akan terlihat sangat tidak
adil bagi direktur yang selalu menjalankan bisnisnya sesuai dengan hukum
yang berlaku. Oleh karena itu diperlukan adanya keseimbangan tanggung
jawab terhadap kejahatan korporasi dari direktur, eksekutif, manajer, dan
karyawan.Setiap individu harus bertanggung jawab baik secara moral
maupun hukum atas keputusan dan tindakan mereka. Jika seseorang melakukan
tindakan kejahatna melalui perusahaan, maka tuntutan hukum seharusnya
dikenakanterhadap orang tersebut, bukan terhadap perusahaan, terutama jika tindakan kejahatan
tersebut tidak memberikan keuntungan terhadap perusahaan.
Perusahaan
bertindak melalui individu tetapi individu juga bertindak
melalui perusahaan. Oleh karena itu, tanggung jawab atas suatu tindakan
kejahatan yang dilakuakan individu seharusnya tidak dilimpahkan kepada
perusahaan. Begitu juga sebaliknya.
0 komentar:
Posting Komentar