ANALISIS
PERILAKU BRAND SWITCHING KONSUMEN DALAM PEMBELIAN PRODUK HANDPHONE DI
SEMARANG
Oleh: Purwanto Waluyo dan Agus
Pamungkas
ABSTRAKSI
Fenomena dalam bisnis produk handphone akhir-akhir ini
adalah semakin banyak merek handphone di pasar dan pengembangan produk yang
semakin cepat, terutama bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Hal tersebut dapat
mendorong konsumen untuk berganti-ganti merek. Penelitian ini ingin mengetahui
bagaimana pengaruh prior experience, product knowledge, satisfaction, retailer
search dan media search terhadap pembentukan consideration set size konsumen
dan switching behavior dalam pembelian produk handphone. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hampir semua variabel independent berpengaruh signifikan
positif terhadap variabel dependent, kecuali variabel pengetahuan produk dan
kepuasan berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media.
Keywords: high involvement, consideration set, prior
experience, product knowledge, satisfaction, media search, retailer search and
switching behavior.
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan bisnis handphone akhir-akhir ini telah
menunjukkan suatu gejala, yaitu semakin banyak dan beragamnya produk handphone
yang ditawarkan oleh perusahaan dan pengembangan produk handphone yang semakin
cepat. Pengembangan produk handphone yang cepat tersebut terutama terletak pada
bentuk, ukuran dan fasilitasnya. Semakin lama bentuk handphone semakin menarik,
ukuran semakin kecil dan fasilitas kegunaannya semakin lengkap. Saat ini merek
handphone yang sudah masuk ke Indonesia adalah: Nokia, Samsung, Sony Ericson,
Siemens, LG, Philip, Motorola, Panasonic, GSL, Handspring, Sendo, Asus,
Mitsubishi, dan tiap merek meluncurkan banyak model atau seri yang bervariasi
(Selular, 2003, h. 90). Strategi pengembangan produk tersebut merupakan tujuan
pemasar untuk menciptakan perilaku variety seeking pada diri konsumen.
Variety
seeking adalah perilaku konsumen yang
berusaha mencari keberagaman merek di luar kebiasaannya karena tingkat
keterlibatan beberapa produk rendah. Perilaku variety seeking menurut
Kahn, Kalwani dan Morrison yang dikutip oleh Kahn, (1998, p-46) disebut juga
sebagai kecenderungan individu-individu untuk mencari keberagaman dalam memilih
jasa atau barang pada suatu waktu yang timbul karena beberapa alasan yang
berbeda. Perilaku ini sering terjadi pada beberapa produk, dimana tingkat
keterlibatan produk itu rendah (low involvement). Tingkat keterlibatan
produk dikatakan rendah, apabila dalam proses pembelian produk konsumen tidak
melibatkan banyak faktor dan informasi yang harus ikut dipertimbangkan.
Tujuan
konsumen mencari keberagaman produk ini adalah untuk mencapai suatu sikap
terhadap merk yang favorable. Tujuan lain perilaku variety seeking
konsumen ini dapat berupa hanya sekedar mencoba sesuatu yang baru atau mencari
suatu kebaruan dari sebuah produk. (Kahn, 1995, p.286). Perilaku variety
seeking ini cenderung akan terjadi pada waktu pembelian sebuah produk yang
menimbulkan resiko minimal yang ditanggung oleh konsumen dan pada waktu
konsumen kurang memiliki komitmen terhadap merek tertentu (Assael, 1995 p.20).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa perilaku variety seeking ini akan
menimbulkan perilaku brand switching konsumen.
Perilaku
brand switching yang timbul akibat adanya perilaku variety seeking
perlu mendapat perhatian dari pemasar. Perilaku ini tidak hanya cenderung
terjadi pada produk yang memerlukan tingkat keterlibatan yang rendah, akan
tetapi terjadi juga pada produk dengan tingkat keterlibatan tinggi (high
involvement). Tingkat keterlibatan produk dikatakan tinggi, apabila
konsumen melibatkan banyak factor pertimbangan dan informasi yang harus
diperolehnya sebelum keputusan untuk membeli diambil. Termasuk dalam factor
pertimbangan tersebut adalah faktor resiko, yaitu resiko performance,fisik,
keuangan dan waktu.
Perilaku switch yang melibatkan high involvement
ini diantaranya terjadi pada pembelian produk otomotif dan peralatan elektronik
(Sambandam, 1995). Dua macam produk ini termasuk kategori high involvement
dalam proses pembeliannya, yang melibatkan banyak faktor resiko yang harus
dipertimbangkan.
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan keputusan
khususnya dalam kondisi limited decision making, akan memposisikan
konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking. Pada waktu
tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk berpindah
merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan konsumen
dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Dalam proses pengambilan keputusan untuk membeli produk yang
melibatkan high involvement tersebut, ada empat faktor yang termasuk di
dalam perangkat pertimbangan (consideration set). Pengalaman sebelumnya
(prior experience), pengetahuan tentang produk (product knowledge)
dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan bersama variabel
pencarian media (media search) diharapkan dapat mempengaruhi pembentukan
seperangkat pertimbangan (consideration set) (Sambandam, 1995).
Dalam model ini juga ditunjukkan
bahwa perangkat pertimbangan berpengaruh terhadap keputusan perpindahan secara
langsung dan tidak langsung yang dimotivasi oleh kegiatan pencarian retailer
handphone. Konsumen yang mempunyai banyak pertimbangan terhadap berbagai
alternatif pilihan merek secara langsung dapat beralih merek, atau terlebih
dahulu mengunjungi retail untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
mencoba produk sebelum beralih merek.
Penelitian ini akan menekankan pada ukuran perangkat
pertimbangan yang merupakan faktor penting dalam penelitian perpindahan merek.
Keputusan berpindah merek sepertinya tidak akan terjadi tanpa pertimbangan
adanya ketersediaan dan kemenarikan dari satu alternatif atau lebih.
B. Perumusan Masalah
Proses pembelian konsumen yang melibatkan pengambilan
keputusan, khususnya dalam kondisi limited decision making, akan
memposisikan konsumen pada situasi untuk berperilaku variety seeking.
Pada waktu tingkat keterlibatan konsumen rendah, konsumen akan cenderung untuk
berpindah merek, mencari merek lain diluar pasar dan situasi ini menempatkan
konsumen dalam sebuah usaha mencari variasi lain.
Penelitian ini ingin menguji beberapa faktor yang termasuk
di dalam perangkat pertimbangan (consideration set), seperti: pengalaman
sebelumnya (prior experience), pengetahuan tentang produk (product
knowledge) dan kepuasan (satisfaction) dimodel sebagai prior, dan
bersama variabel pencarian media (media search) diharapkan dapat
mempengaruhi pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration set).
Atas dasar hal tersebut maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaruh prior
experience, product knowledge, satisfaction dan media search terhadap
pembentukan consideration set size konsumen dalam pembelian produk
handphone.
2.
Bagaimana pengaruh consideration-set
size terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk
handphone.
3.
Bagaimana pengaruh satisfaction
konsumen terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk
handphone.
4.
Bagaimana pengaruh retailer
search terhadap switching behavior konsumen dalam pembelian produk
handphone.
II.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1. Prior Experience.
Konsumen belajar dari pengalaman
masa lalunya, dan perilaku dimasa depan bisa diprediksi berdasarkan perilaku
masa lalunya itu. Assael (1998) mendefinisikan pembelajaran konsumen sebagai
suatu perubahan dalam perilaku yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman masa
lalunya. Konsumen memperoleh berbagai pengalaman dalam pembelian produk,
mengkonsumsi produk dan merek produk yang disukainya. Konsumen akan
menyesuaikan perilakunya dengan pengalamannya dimasa lalu.
Banyaknya pengalaman konsumen di
masa lalu terhadap merek produk dapat digambarkan dengan banyaknya merek produk
yang pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu. Semakin banyak merek produk yang
pernah dibeli dan dikonsumsi dimasa lalu dapat menunjukkan bahwa konsumen sudah
berpengalaman dengan merek-merek tersebut. Hasil belajar dari pengalaman masa
lalunya dengan produk akan memberikan pengetahuan mengenai produk tersebut dan
memberikan kemampuan untuk memilih produk yang lebih memuaskan.
Experience dan product knowledge dimodelkan oleh Srinivasan dan
Ratchford (1991) sebagai variabel yang mendahului consideration set,
yang memberikan basis bagi timbulnya seperangkat merek yang familiar. Engel,
Backwell dan Miniard (1994, h.57) mengatakan bahwa siapa saja yang berusaha
mempengaruhi konsumen sebenarnya sedang mencoba menghasilkan pembelajaran,
yaitu proses dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap
dan perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat mengubah pengetahuan.
Sambandam dan Lord (1995); Purwani
dan Dharmmesta (2002) dalam meneliti perilaku beralih merek mobil menemukan
bahwa prior experience berpengaruh positif terhadap product knowledge.
Semakin tinggi pengalaman konsumen dalam pembelian automobile baru dapat
meningkatkan kemampuan konsumen untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan
(Sambandam & Lord, 1995, p.62). Dalam penelitian ini, diduga bahwa
meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone yang pernah
dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan pengetahuan mereka terhadap
produk tersebut.
H1: Prior Experience berpengaruh
positif terhadap Product Knowledge.
Meningkatnya pengalaman konsumen
pada jangka waktu tertentu menyebabkan konsumen akan lebih mengenal tentang apa
yang dia suka dari produk yang dipilihnya, sehingga dia lebih mampu memilih
produk sesuai yang disukainya. Hal ini sesuai dengan teori La Tour dan Peats
(1979) dalam Sambandam dan Lord (1995, p. 63), bahwa konsumen dengan pengalaman
lebih banyak mempunyai harapan (expectations) yang disesuaikan suatu
waktu terhadap performance dari pembelian yang berikutnya. Sehingga
hasil dari pembelian tersebut dapat lebih memuaskan. Westbrook et al. (1978)
mengatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasn konsumen dapat disebabkan oleh
pengalaman konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.
Kepuasan konsumen dengan pengalaman
keputusan pembelian digambarkan sebagai sebuah fungsi dari bagaimana konsumen
merasakan aspek utama dari pengalaman tersebut, yang mungkin memberikan
ketidakpuasan (Menon dan Kahn, 1995). Purwani dan Dharmmesta (2002); Sambandam
dan Lord (1995) menemukan bahwa peningkatan pengalaman dalam pembelian mobil
baru meningkatkan kemampuan pembeli untuk membuat pilihan yang memuaskan.
Diduga bahwa meningkatnya pengalaman konsumen terhadap merek–merek handphone
yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya dapat meningkatkan kepuasan mereka
terhadap produk tersebut.
H2:
Prior Experience berpengaruh positif terhadap Satisfaction..
2. Product Knowledge
Alba dan Hutchinson (1987) dalam Rao
dan Sieben (1992, p. 258) mengatakan bahwa pengetahuan konsumen terdiri dari
pengetahuan yang berdasar pada pembelian, pemakaian atau pengalamannya sendiri
dan keahlian yang berdasar pada kemampuan untuk menghubungkan kinerja produk
dengan tugas atau pekerjaan. Menurut Bruks (1985) dalam Rao dan Sieben (1992),
pengetahuan sebelumnya tentang produk merupakan pengetahuan dari informasi yang
dikirim ke dalam memori (pengetahuan obyektif). Sedangkan pengetahuan
sebelumnya menurut Monroe (1976) dalam Rao dan Sieben (1992) merupakan
pengetahuan dari apa yang mereka rasa mereka tahu tentang produk atau kelas
produk (pengetahuan subyektif).
Yang dimaksud dengan product
knowledge adalah pengetahuan konsumen tentang produk (Assael, 1995). Rao
dan Sieben (1992, p.258) mendefinisikan prior product knowledge sebagai
cakupan seluruh informasi akurat yang disimpan dalam memori konsumen yang sama
baiknya dengan persepsinya terhadap pengetahuan produk.
Konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi akan lebih
realistis dalam pemilihan sesuai dengan harapannya. Semakin tinggi pengetahuan
konsumen dalam pembelian suatu produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen
untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan (Sambandam & Lord, 1995, p.62).
Sehingga dihipotesiskan bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai
merek handphone yang pernah dimiliki sebelumnya diharapkan dapat meningkatkan
kepuasan mereka.
H3:
Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Satisfaction.
Sambandan dan Lord (1995); Purwani
dan Dharmmesta (2002) menemukan bahwa product knowlwdge berpengaruh
signifikan positif terhadap media search. Pengaruh kuat dari product
knowledge yang dirasakan pada media search memberi kesan bahwa
konsumen yang berpengetahuan lebih tinggi cenderung untuk melakukan tingkat
pencarian media yang lebih tinggi, karena kapasitas mereka untuk mempelajari
dan menggabungkan informasi baru lebih mudah (Sambandam & Lord, 1995, p.
63). Hal ini juga akan terjadi pada konsumen handphone, karena perkembangan
produk handphone yang sangat cepat. Mereka yang sudah banyak mengetahui
karakteristik handphone akan lebih banyak mencari informasi melalui beberapa
sumber media sebelum membeli handphone agar tidak salah memilih dan tidak
ketinggalan jaman.
Sebaliknya, mereka yang
berpengetahuan lebih rendah tentang handphone akan kesulitan mencerna informasi
dari media. Mereka akan mengurangi pencarian media karena merasa lebih mudah
bila mendapatkan informasi dari keluarga atau teman. Sehingga dihipotesiskan
bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen terhadap handphone yang pernah
dimiliki sebelumnya akan semakin tinggi juga tingkat pencarian media untuk
mendapatkan informasi mengenai merek-merek handphone.
H4:
Product Knowledge berpengaruh positif terhadap Media Search.
3. Satisfaction.
Variabel kepuasan (satisfaction)
ini menggambarkan tanggapan sesudah pembelian dari seorang konsumen terhadap
sebuah merek yang diyakini tepat atau ada kecocokan antara apa yang diharapkan
oleh konsumen dengan kinerja produk yang telah diterimanya (Dick dan Basu 1994,
p.104; Bitner, 1990, p.70). Konsumen akan merasa puas bila produk yang telah
dibeli dan dipakai sesuai dengan produk yang diharapkannya. Sebaliknya,
konsumen akan merasa tidak puas bila produk yang telah dibeli dan dipakai tidak
sesuai dengan harapannya.
Kepuasan konsumen terhadap merek
produk tidak hanya ditentukan dari kecocokan antara harapan dengan kinerja
produk tersebut, tetapi juga ditentukan oleh kualitas pelayanan dari pengecer.
Sutisna (2001, h.84) menyebutkan bahwa citra toko pengecer yang ada di benak
konsumen akan mempengaruhi citra merek. Sebagai contoh, servis yang baik dan
garansi yang diberikan dapat memberikan kepuasan konsumen.
Menurut Beatty, Kahle dan Homer
(1988) dalam Dharmmesta (1999, h.83) ketidakpuasan emosional konsumen dari
pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk
mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat
dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media, dimana tujuan
akhirnya adalah perilaku untuk berpindah merek (brand switching). Diduga
bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang pernah
dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan tingkat pencarian media.
H5:
Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Media Search.
Konsumen dapat mendasarkan keputusan mereka pada proses
cognitive dari pencarian informasi dan pertimbangan alternatif merek. Disisi
lain, sedikit atau tidak adanya pencarian informasi dan pertimbangan hanya pada
satu merek saja terjadi ketika konsumen dipuaskan dengan merek khusus dan
pembelian yang konsisten (Assael, 1998, p.67). Hal ini memberi kesan bahwa
tingkat kepuasan konsumen mempengaruhi banyaknya pencarian informasi dan
banyaknya merek yang dipertimbangkan. Konsumen yang sudah merasa puas dengan
merek handphone yang terakhir, lebih besar kemungkinannya bahwa mereka hanya
akan mempertimbangkan kembali merek tersebut pada pembelian yang berikutnya.
Sedangkan bila konsumen merasa belum puas atau tidak puas dengan merek
handphonnya, mereka akan berusaha membandingkan beberapa alternatif merek untuk
menemukan salah satu merek yang mungkin paling sesuai dengan harapannya.
Sehingga diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone
yang terakhir sebelum membeli merek yang sekarang dimiliki justru akan
menurunkan jumlah merek lain yang dipertimbangkan. Mereka hanya akan
mempertimbangkan salah satu merek yang sudah memuaskan.
H6:
Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Consideration-Set Size
Loyalitas merek konsumen disebabkan oleh adanya pengaruh
kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara
terus menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk (Boulding, et
al, 1993, p.8). Tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap
merek yang dimilikinya dapat menyebabkan mereka loyal terhadap merek tersebut.
Sehingga akan membeli merek yang sama pada pembelian berikutnya dan kecil
kemungkinannya untuk beralih ke merek yang lain.
Pengambilan keputusan perpindahan merek yang dilakukan
konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan yang diterima konsumen setelah
melakukan pembelian. Ketidakpuasan muncul karena pengharapan konsumen tidak
sama atau lebih tinggi dari kinerja yag diterimanya dari pemasar (Junaidi dan
Dharmmesta, 2002, h. 94).
Kepuasan terjadi ketika harapan konsumen terpenuhi atau
melebihi harapannya dan keputusan pembelian dipertahankan. Kepuasan dapat
memperkuat sikap positif terhadap merek, berperan penting pada lebih besar
kemungkinannya bahwa konsumen akan membeli kembali merek yang sama.
Ketidakpuasan terjadi ketika harapan konsumen tidak terpenuhi, sehingga
konsumen akan bersikap negatif terhadap suatu merek dan kecil kemungkinannya
konsumen akan membeli lagi merek yang sama (Assael, 1998, p. 90). Sehingga
diduga bahwa meningkatnya kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang
pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan menurunkan perilaku beralih ke merek
yang lain.
H7:
Satisfaction berpengaruh negatif terhadap Switching Behavior.
4.
Media Search.
Konsumen dapat menggunakan beberapa sumber informasi dari
lingkungannya. Assael (1998, p.246) mengkategorikan sumber informasi ke dalam
dua dimensi, yaitu sumber informasi personal dan impersonal. Sumber informasi
personal yang dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: petugas penjualan,
pemasaran jarak jauh dan pameran dagang. Sumber informasi personal yang tidak
dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: komunikasi dari mulut ke mulut yang
bersumber dari teman, keluarga dan lain-lain. Sumber informasi impersonal yang
dapat dikendalikan oleh pemasar meliputi: iklan, tata letak toko, promosi
penjualan dan pengemasan. Sumber informasi impersonal yang tidak dapat
dikendalikan oleh pemasar meliputi: berita dan editorial, sumber netral seperti
majalah.
Beatty dan Smith (1987) dalam Sambandam dan Lord (1995)
mengidentifikasi empat dimensi pencarian informasi berdasar sumber informasi,
yaitu: media, retailer, interpersonal dan netral. Sumber netral dikombinasi
dengan sumber media, karena sumber netral mengarahkan membaca tentang rating
produk di majalah, sehingga dapat dipertimbangkan menjadi bagian dari sumber
media. Sumber interpersonal tidak dimasukkan, karena pengaruhnya sulit
diprediksi. Maka sumber informasi yang dimasukkan dalam model adalah: media dan
retailer.
Menurut Kardes, et al. (1993, h. 65) konsumen akan lebih
mungkin membentuk consideration set ketika menghadapi keputusan yang
kompleks atau ketika sejumlah besar merek dicari kembali. Sebaliknya, akan lebih
kecil kemungkinan konsumen untuk membentuk consideration set ketika
keputusan yang kompleks rendah atau ketika hanya sejumlah kecil dari merek yang
dicari kembali.
Untuk mengambil keputusan pembelian dalam beberapa situasi,
konsumen melakukan pencarian informasi secara ekstensif dan kemudian memproses
informasi sebagai bahan pertimbangan (Sutisna, 2001 hal.87), memberi kesan
bahwa semakin luas pencarian informasi akan semakin banyak perolehan informasi
yang dipertimbangkan. Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002)
menemukan bahwa Media Search berpengaruh signifikan positif terhadap Consideration-Set
Size. Dalam penelitian ini, diduga bahwa semakin banyak pencarian informasi
mengenai merek handphone terbaru melalui media akan berpengaruh positif
terhadap banyaknya merek yang dipertimbangkan.
H8:
Media Search berpengaruh positif terhadap Consideration-Set Size.
5. Consideration Set
Seperangkat pertimbangan (consideration
set) dari alternatif pilihan merek adalah kumpulan sub dari semua kemungkinan
merek yang dievaluasi konsumen secara serius ketika membuat keputusan
pembelian, memasukkan merek yang sudah familiar dalam membangkitkan perangkat
dan sebelumnya tidak tahu merek-merek ditemukan secara tidak sengaja atau
karena pencarian yang disengaja (Peter & Olson, 1990 dalam Sambandam, 1995,
p.57). Maka merek-merek yang mungkin dipertimbangkan adalah:
a. Seperangkat
merek familiar yang timbul dari ingatan.
b. Merek
yang ditemukan melaui pencarian yang disengaja
c. Merek
yang ditemukan secara tidak sengaja.
Nenungadi (1990, p.264),
mendefinisikan consideration set sebagai kumpulan merek yang dibeli
berdasarkan ingatan pada saat pemilihan secara teliti. Menurut Kardes (1993,
p.63) consideration set ini terdiri dari kumpulan merek di dalam memori
yang dicari kembali dengan cermat pada kondisi tertentu. Jadi consideration
set size merupakan sekumpulan merek yang sebelumnya sudah diingat oleh
konsumen dan ikut dipertimbangkan sebelum membeli merek tertentu.
Semakin banyak merek yang
dipertimbangkan, konsumen akan kesulitan dalam memilih merek yang sesuai.
Beberapa peneliti terdahulu (Barlyne, 1960; Driver & Steufert, 1965; Friske
& Maddi, 1961; Hunt, 1963) dalam Menon & Kahn (1995, h. 286)
menyebutkan bahwa dalam perilaku beralih, secara psikologis seseorang mungkin
menggunakan pembuktian dari lingkungan eksternal untuk mencapai tingkat
kepuasan terhadap rangsangan. Yang akan dilakukan konsumen untuk
menyederhanakan proses pemecahan masalah dalam membeli merek handphone adalah
mengunjungi retail, mencoba beberapa merek diinginkan atau bertanya kepada
penjual untuk membandingkan alternatif merek. Sehingga mereka dapat lebih mudah
menemukan merek yang dinilai baik oleh para retail.
Sambandam dan Lord (1995); Purwani dan Dharmmesta (2002)
menemukan bahwa Consideration-Set Size berpengaruh signifikan positif
terhadap retailer search. Hal ini mendukung teori Srinivasan dan
Ratchford (1991) yang menyatakan bahwa sekumpulan merek yang dipertimbangkan
oleh konsumen baik secara langsung maupun secara tidak langsung dapat mempengaruhi
banyaknya usaha pencarian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa
banyaknya merek yang dipertimbangkan konsumen diduga akan berpengaruh positif
terhadap banyaknya pengecer yang dikunjungi dan banyaknya merek handphone yang
dicoba.
H9:
Consideration-Set Size berpengaruh positif terhadap Retailer Search
Sambandam dan Lord (1995) juga telah menemukan bahwa Consideration-Set
Size berpengaruh signifikan positif terhadap Switching Behavior.
Diduga bahwa banyaknya merek yang dipertimbangkan konsumen akan berpengaruh
positif terhadap perilaku beralih ke merek yang lain..
H10:
Consideration-Set Size berpengaruh positif terhadap Switching
Behavior.
6. Retailer Search.
Seperangkat merek yang sudah dipertimbangkan oleh konsumen
dapat mempengaruhi keputusan beralih baik secara langsung maupun secara tidak
langsung langsung yang dimotivasi oleh kegiatan pencarian retailer handphone.
Konsumen yang mempunyai banyak pertimbangan terhadap berbagai alternatif
pilihan merek secara langsung dapat beralih merek, atau terlebih dahulu
mengunjungi retail untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan mencoba
produk sebelum beralih merek.
Retail atau pengecer mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi konsumen dalam pemilihan. Pada umumnya pengecer
akan menunjuk merek yang diinginkan pengecer, karena mungkin memiliki margin
keuntungan yang paling besar bagi pengecer tersebut. Bila ada banyak merek yang
dipertimbangkan sedangkan pengetahuan produknya rendah, maka retail lebih mudah
dalam mempengaruhi konsumen dengan menunjukkan keunggulan salah satu merek
dibanding merek lain.
Sambandam dan Lord (1995) menemukan bahwa Retailer Search
berpengaruh signifikan positif terhadap Switching Behavior. Diduga bahwa
banyaknya pengecer yang dikunjungi dan merek handphone yang dicoba akan
berpengaruh positif terhadap perilaku beralih merek.
H11:
Retailer Search berpengaruh positif terhadap Switching Behavior.
7. Switching Behavior
Perilaku beralih dapat berasal dari
sangat beragamnya penawaran produk lain, atau karena terjadi masalah dengan
produk yang sudah dibeli. Switching behavior atau variety seeking
didefinisikan sebagai kebebasan memilih yang lebih disukai terhadap sebuah item
khusus (Menon & Khan, 1995, p.286).
Keaveney (1995, h. 76-77) dalam
penelitiannya mengenai perilaku beralih dalam industri jasa, menyebutkan bahwa
ketidaktahuan konsumen dan harga merupakan sebagian dari banyak faktor yang
dapat menyebabkan konsumen beralih ke penyedia jasa lain. Beberapa konsumen beralih
ke jasa lain ketika ada penyedia jasa baru yang lebih mahal. Hal ini memberi
kesan bahwa kualitas jasa dinilai dari harganya.
Menurut Dharmmesta (1999, h.83) brand
switching behavior adalah perilaku perpindahan merek yang dilakukan
konsumen karena beberapa alasan tertentu, atau diartikan juga sebagai
kerentanan konsumen untuk berpindah ke merek lain.
Penilaian konsumen terhadap merek
dapat timbul dari berbagai variabel, seperti pengalaman konsumen dengan produk
sebelumnya dan pengetahuan konsumen tentang produk. Pengalaman konsumen dalam
memakai produk dapat memunculkan komitmen terhadap merek produk tersebut.
Menurut Beatty, Kahle dan Homer
(1988) dalam Dharmmesta (1999, h.83) komitmen merek dapat didefinisikan sebagai
kesertaan emosional atau perasaan. Ketidakpuasan emosional konsumen dari
pengalaman dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk
mencari merek lain diluar merek yang biasanya. Pencarian merek lain ini dapat
dilakukan konsumen dengan mendapatkan informasi melalui media cetak, media
audio ataupun melalui interpersonal, dimana tujuan akhirnya adalah perilaku
untuk berpindah merek (brand switching).
Perumusan
Model Penelitian
Model
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model dari Sambandam dan Lord
(1995) tetapi berbeda dalam desain penelitian. Perbedaanya terletak pada kurun
waktu yang ditetapkan. Sambandam menentukan kurun waktu 10 tahun terakhir untuk
meneliti perilaku beralih produk mobil, sedangkan penelitian ini ditentukan
dalam kurun waktu 3 tahun terakhir untuk meneliti perilaku beralih merek
handphone. Alasan perbedaan ini yaitu karena perkembangan tekhnologi handphone
lebih cepat dibanding perkembangan tekhnologi mobil dan daur hidup (life
cycle) produk handphone lebih pendek.
Model
penelitian ini merupakan model pembentukan seperangkat pertimbangan (consideration-set
size model). Model ini dibentuk dari alternatif-alternatif pilihan merek
yang merupakan subset dari keseluruhan kemungkinan merek yang sungguh-sungguh
dievaluasi oleh konsumen pada waktu membuat keputusan pembelian, termasuk
merek-merek yang tidak diketahui sebelumnya yang ditemukan secara tidak
langsung atau melalui pencarian yang langsung Peter dan Olson (1990) dalam
Sambandam dan Lord (1995).
Gensch (1987) dalam Sambandam (1995) juga telah menguji dan
menemukan dukungan untuk model dua tahap dalam industri. Demikian pula
Nedungadi (1990) yang telah menggunakan pendekatan dua tahap ini untuk
memodelkan proses pilihan konsumen. Dalam model Nedungadi, tahap pertama adalah
berisi beberapa merek yang masuk ke dalam consideration set; tahap kedua
berisi evaluasi tempat berdasarkan pada manfaat yang diberikan oleh
masing-masing merek.
Model yang digunakan didalamnya
terdiri dari dua tahap yaitu tahap pertimbangan (consideration stage)
dan tahap evaluasi (evaluation stage). Tahap pertimbangan merupakan
tahap pembentukan perangkat pertimbangan yang disebabkan oleh berbagai macam
faktor. Tahap berikutnya konsumen akan sampai pada tahap evaluasi dengan
sejumlah merek tertentu yang sungguh-sungguh dinilai berdasarkan pada
atribut-atribut merek tersebut dan tahap ini berakhir dengan keputusan untuk
pembelian.
Gambar
1.:
Model
Penelitian
Prior + Satisfaction - Switching
Experience Behavior
+ + - - + +
Product + Media + Consideration +
Retailer
Knowledge Search Set Size Search
PRIORS CONSIDERATION STAGE
EVALUATION
Rajan Sambandan dan Kenneth R. Lord
(1995, p.58)
III.
METODE PENELITIAN
A. Populasi Dan Pengambilan
Sampel
Populasi
adalah seluruh obyek yang ingin diketahui besaran karakteristiknya (Kustituanto,
1995, h.5). Populasi penelitian ini adalah semua konsumen handphone di
Semarang. Banyaknya populasi tidak dapat diketahui secara pasti.
Sampel
merupakan sebagian obyek populasi yang memiliki karakteristik sama dengan
karakteristik populasi yang ingin diketahui besaran karakteristiknya
(Kustituanto,1995, h.5). Sampel penelitian ini ditentukan secara non
probalititas, yaitu setiap elemen dalam populasi tidak memiliki
probabilitas yang sama untuk dipilih menjadi sample atau pemilihan anggota sample
dilakukan dengan tidak acak dan bersifat subyektif (Sekaran, 1992, h.235-244).
Tehnik penentuan sample menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu
memilih sample yang sesuai dengan kriteria tertentu. Kriterianya yaitu konsumen
handphone di Semarang yang sudah pernah beralih merek handphone dalam kurun
waktu 3 tahun terakhir. Kurun waktu yang ditentukan adalah tiga tahun terakhir
yang berbeda dengan kurun waktu untuk meneliti pergantian produk mobil, karena
perkembangan tekhnologi handphone lebih cepat dibanding perkembangan tekhnologi
mobil dan daur hidup produk handphone lebih pendek. Sehingga diperkirakan dalam
3 tahun terakhir ini sudah banyak konsumen yang beralih merek handphone.
Banyaknya
sampel yang diperlukan dengan menggunakan structural equation modeling (SEM)
adalah minimal 5 responden untuk tiap estimasi parameter, dengan rasio 10
responden untuk tiap parameter akan lebih tepat. (Hair dan Anderson, 1998,
h.604). Menurut Ferdinand (2002, h.51) ukuran sample yang harus dipenuhi dalam
pemodelan menggunakan SEM minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan
perbandingan 5 observasi untuk setiap parameter yang diestimasi. Dalam
penelitian ini, banyaknya sample yang diambil adalah sebanyak 100 responden,
dengan alasan bahwa jumlah tersebut sudah memenuhi persyaratan sampel dalam
menggunakan SEM.
B. Variabel, Definisi Operasional
dan Skala Pengukuran
variabel
yang akan diteliti, definisi masing-masing variabel oleh peneliti berdasar
konsep dan penentuan skala untuk mengukur variabel tersebut diuraikan sebagai
berikut:
1. Variabel Penelitian.
Jenis
variabel-variabel yang akan diteliti adalah:
a.
Variabel Independen, yaitu: Prior
Experience (X).
b.
Variabel Dependen, yaitu: Product
Knowledge (Y1), Satisfaction (Y2), Media Search (Y3), Consideration-Set
Size (Y4), Retailer Search (Y5) dan Switching Behavior (Y6).
2. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran.
Variabel-variabel
dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:
a.
Prior
Experience, yaitu banyaknya merek handphone
yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya (sebelum membeli merek handphone
yang saat ini dimiliki) dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini. Prior
experience diukur dengan lima item pertanyaan mengenai jumlah merek
handphone yang pernah dibeli dan dipakai dalam kurun waktu tiga tahun sebelum
membeli handphone yang sekarang. Dipakai skala likert lima poin yang berjajar
dari sangat setuju (5), setuju (4), netral (3), tidak setuju (2) dan sangat
tidak setuju (1).
b.
Product
Knowledge, yaitu tingginya pengetahuan dan
pemahaman konsumen berkaitan dengan produk handphone yang pernah dibeli dan
dipakai sebelumnya. Diukur dengan 5 item pertanyaan dan masing-masing dinilai
dengan skala likert lima point dari sangat setuju (5) hingga sangat tidak
setuju (1).
c.
Satisfaction, yaitu kepuasan konsumen terhadap merek handphone yang
terakhir dibeli sebelum membeli merek handphone yang saat ini dimiliki. Diukur
dengan 8 item pertanyaan. Tiap item dinilai dengan skala likert lima point dari
sangat setuju (5) hingga sangat tidak setuju (1).
d.
Media
Search, yaitu banyaknya media yang dicari
untuk mendapatlan informasi mengenai merek-merek lain yang belum pernah
dimiliki. Diukur dengan 4 item pertanyaan dan dinilai dengan skala likert lima
point dari sangat setuju (5) hingga sangat tidak setuju (1).
e.
Consideration-Set
Size, yaitu banyaknya merek yang
dipertimbangkan sebelum membeli merek handphone yang saat ini dimiliki. Diukur
dengan lima item pertanyaan dan dinilai dengan skala likert lima point dari
sangat setuju (5) hingga sangat tidak setuju (1).
f.
Retailer
Search, yaitu banyaknya retailer handphone
yang telah didatangi untuk mendapatkan informasi dengan mencoba beberapa merek
handphone dan bertanya kepada beberapa penjual sebelum membeli merek handphone
yang saat ini dimiliki. Diukur dengan 5 item pertanyaan mengenai jumlah retail
yang dikunjungi dan jumlah handphone yang dicoba. Dinilai dengan skala likert
lima point dari sangat setuju (5) hingga sangat tidak setuju (1).
g.
Switching
Behavior, yaitu berpindahnya konsumen dari
satu merek handphone ke merek yang lain pada pembelian merek handphone yang
saat ini dimiliki. Diukur dengan satu item pertanyaan mengenai perbedaan atau
persamaan antara merek handphone yang sebelumnya (merek terakhir sebelum
membeli merek yang saat ini) dengan merek yang dimiliki saat ini. Pembelian
merek lain pada pembelian yang terakhir diberi kode 2 (dinilai tinggi).
Sedangkan pembelian merek yang sama pada pembelian yang terakhir diberi kode 1
(dinilai rendah), dengan ketentuan bahwa konsumen yang membeli merek handphone
sama dengan merek sebelumnya sudah pernah melakukan pergantian merek handphone.
C. Alat Analisis Data.
Analisis data yang akan dilakukan
dalam penelitian ini meliputi analisis data kualitatif dan analisis data
kuantitatif. "Data kualitatif adalah karakteristik elemen yang menjadi
perhatian dan memiliki nilai-nilai yang berbeda-beda." (Bambang
Kustituanto, 1995, h. 11). Analisis kualitatif dilakukan dengan menganalisis
identitas responden yang meliputi: jenis kelamin, tingkat pengeluaran, waktu
pertama kali membeli handphone, jumlah pergantian merek dan jumlah handphone
yang saat ini dimiliki, waktu pertama beli dan waktu pergantian merek,
perbedaan dan persamaan merek saat ini dengan merek sebelumnya, jumlah pemilik
satu merek dan dua merek, dan faktor yang medasari konsumen dalam beralih
handphone.
"Data kuantitatif adalah suatu
karakteristik dari suatu variabel yang nilai-nilainya dinyatakan dalam bentuk numerical."
(Bambang Kustituanto, 1995, h. 11). Jadi analisa kuantitatif merupakan analisis
data yang berupa angka. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini meliputi: uji
validitas, uji reliabilitas, uji goodness of fit model, uji hipotesis
dan analisis persamaan regresi menggunakan SEM.
IV.
ANALISIS
A. Gambaran Umum Responden
Pengumpulan
kuesioner menghasilkan 102 kuesioner telah terisi dan kembali dari 164
kuesioner yang disebar, Sedangkan 62 sisanya belum kembali, karena 45 responden
tidak bersedia memberikan alamatnya dan 17 kuesioner yang belum kembali karena
peneliti tidak berhasil menemukan alamat yang diberikan responden untuk
mengambil kuesioner. Dari 102 kuesioner yang kembali, ada 2 kuesioner yang
tidak layak untuk diteliti karena ternyata responden tersebut belum pernah
berganti merek handphone. Sehingga jumlah kuesener yang layak untuk diteliti
sebanyak 100 kuesener.
Dalam penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin responden
menunjukkan bahwa dari 100 responden, terdapat 69 responden laki-laki (69%) dan
31 responden wanita (31%). Sedangkan berdasarkan tingkat pengeluaran responden
per-bulan dapat diketahui bahwa kelompok responden terbesar adalah responden
dengan tingkat pengeluaran dibawah Rp.1juta perbulan, yaitu sebanyak 47
responden (47%). Sedangkan kelompok responden terkecil adalah responden dengan
tingkat pengeluaran antara Rp.3juta sampai Rp.4juta perbulan, yaitu hanya 3
responden (3%).
Dalam
penelitian ini tingkat pergantian merek yang pernah dilakukan reponden
dikelompokkan menjadi lima, yaitu: responden yang pernah satu kali berganti
merek, dua kali, tiga kali, empat kali dan lebih dari empat kali berganti merek.
Dapat diasumsikan bahwa semakin sering mereka berganti merek handphone tersebut
akan semakin banyak pengalaman dan pengetahuannya terhadap merek tersebut.
Hasil analisis responden menunjukkan, bahwa kelompok responden yang terbesar
adalah responden yang pernah satu kali berganti merek handphone, yaitu sebanyak
47 responden (47%). Sedangkan kelompok responden yang terkecil adalah responden
yang sudah pernah empat kali berganti merek, yaitu hanya 7 responden (7%). Hal
ini menunjukkan bahwa responden mempunyai perbedaan tingkat pergantian
handphone yang menunjukkan jumlah pengalaman yang berbeda-beda dengan merek
handphone yang pernah dibelinya.
Sementara
dari waktu berganti merek handphone yang terakhir berbeda-beda antara responden
satu dengan yang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari
responden terakhir kali mengganti merek handphone dalam waktu 0 sampai 6 bulan
yang lalu, yaitu 52 responden (52%). Sebanyak 23 responden (23%) terakhir kali
mengganti merek dalam waktu 6 sampai 12 bulan yang lalu. Sebanyak 9 responden
(9%) terakhir kali mengganti merek dalam waktu 1 sampai 1,5 tahun yang lalu.
Kelompok terkecil adalah responden yang terakhir mengganti merek dalam waktu
1,5 sampai 2 tahun yang lalu, yaitu 8 responden (8%) dan responden yang
terakhir mengganti merek dalam waktu 2 sampai 3 tahun yang lalu, yaitu 8
responden (8%).
Berdasarkan
keseluruhan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa semua responden
terakhir kali mengganti merek handphone dalam kurun waktu 0 sampai 3 tahun yang
lalu. Maka semua responden yang terpilih telah memenuhi kriteria pemilihan
sampel dalam penelitian ini, yaitu responden yang pernah berganti merek
handphone dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini.
Gambaran
mengenai banyaknya handphone yang dimiliki responden pada saat mengisi
kuesioner adalah sebagian besar responden saat ini hanya memiliki satu buah
handphone, yaitu sebanyak 88 responden (88%). Sedangkan responden yang memiliki
dua buah handphone hanya ada 12 responden (12%).
Dalam penelitian ini, responden dikelompokkan berdasarkan
perbedaan atau persamaan merek handphone yang saat ini dimiliki dengan merek
sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya responden yang
beralih dari satu merek ke merek yang lain dan responden yang konsisten dalam
pilihan merek pada pembelian yang terakhir kali. Responden yang saat ini
membeli merek sama sebelumnya sudah pernah berganti merek handphone dan
diasumsikan tetap melakukan pergantian, yaitu mengganti model handphone.
Sebagian besar responden saat ini memiliki merek handphone yang berbeda dengan
merek sebelumnya, yaitu sebanyak 80 responden (80%). Yang dimaksud dengan merek
sebelumnya adalah merek handphone yang terakhir dimiliki sebelum membeli merek
handphone yang saat ini dipakai. Sedangkan responden yang memiliki merek sama
dengan merek yang sebelumnya hanya sebanyak 20 responden (20%).
Terdapat 20 responden yang saat ini
memiliki satu merek handphone dan melakukan pembelian merek yang sama dengan
merek sebelumnya, dengan ketentuan bahwa konsumen tersebut sebelumnya sudah
pernah melakukan pergantian merek handphone. Responden yang membeli kembali
merek Nokia sebanyak 14 responden (70%). Responden yang saat ini membeli
kembali merek Siemens sebanyak 5 responden (25%). Responden yang membeli kembali
merek Philips hanya ada 1 responden (5%).
Dari 80 responden yang membeli atau memiliki handphone
dengan merek berbeda dengan merek sebelumnya dibedakan berdasarkan jumlah
handphone yang saat ini dimilikinya. Pergantian merek pada pemilik satu merek
ada sebanyak 68 responden dan pemilik dua merek ada sebanyak 12 responden.
Kelompok terbesar dalam pergantian merek adalah responden yang beralih merek
dari Samsung ke Nokia (sebanyak 11 responden atau 16,2%) dan merek yang saat
ini paling banyak dimiliki responden pemilik satu merek adalah Nokia.
Jika dilihat dari faktor yang menjadi alasan responden untuk
beralih merek handphone dapat diperoleh hasil bahwa alasan yang banyak membuat
responden berganti merek adalah kelengkapan fasilitas menu (feature).
Alasan lain yang banyak menjadi penyebab responden berganti merek adalah bosan
dengan merek sebelumnya. Hanya ada sedikit alasan berganti merek karena harga
yang baru lebih murah dan karena kualitas baterai yang cepat habis. (Deskripsi
data disajikan dalam lampiran)
B. Uji Kesesuaian (goodness
of fit)
Salah satu syarat untuk dapat
menganalisis data menggunakan SEM adalah model yang diajukan sesuai dengan
datanya (goodness of fit model). Uji kesesuaian dimaksudkan untuk
mengetahui bahwa data yang diobservasi sesuai atau konsisten dengan teori atau
model yang akan diuji. Dapat dikatakan juga bahwa model yang dikembangkan atau
diuji mendapat dukungan yang empiris yang sesuai dan memadai (Ferdinand, 2002,
h. 26).
Dalam
analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji
hipotesis mengenai model (Hair et al., 1998). Maka peneliti melakukan uji
kesesuaian terhadap tujuh fit indeks untuk mengukur kebenaran model yang
diajukan atau untuk menguji apakah model yang diajukan diterima atau ditolak,
yaitu: chi square, Cmin/DF, GFI, AGFI, TLI, CFI dan RMSEA. Model dapat
dikatakan sesuai dengan data bila dari tujuh pengujian tersebut terdapat
maksimal dua pengujian yang hasilnya kurang baik atau marginal.
Hasil
pengujian goodness of fit terhadap model standar yang diajukan dan model
alternatif dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel
1.
Hasil
Uji Goodness Of Fit Model Standar dan Alternatif
Maret
– April 2003
Goodness
Of Fit
|
Model
Standar yang diusulkan
|
Model
Alternatif
|
||
Hasil
|
Penilaian
|
Hasil
|
Penilaian
|
|
Chi
Square
CMIN/DF
GFI
AGFI
TLI
CFI
RMSEA
|
14,875
1,488
0,961
0,891
0,974
0,988
0,070
|
Baik
Baik
Baik
Marginal
Baik
Baik
Baik
|
14,839
1,649
0,961
0,879
0,965
0,985
0,081
|
Baik
Baik
Baik
Marginal
Baik
Baik
Marginal
|
Sumber:
Output AMOS
Hasil pengujian goodness of fit pada model standar
yang dipakai dalam penelitian ini menunjukkan bahwa data yang diobservasi sudah
sesuai atau konsisten dengan teori atau model yang akan diuji. Meskipun AGFI
dinilai marginal tetapi masih dapat memenuhi ketentuan, karena pengujian yang
hasilnya kurang baik atau marginal maksimal adalah dua pengujian.
Sehingga model yang diajukan dinilai cukup baik dan dapat diterima sebagai
model yang sesuai dalam penelitian ini.
Penelitian ini juga mencari model terbaik atau model yang paling
sesuai dengan mencoba memodifikasi model berdasar teori dan hasil penelitian
terdahulu. Assael (1998, p. 245) menyebutkan bahwa pengalaman yang rendah
merupakan salah satu faktor yang menentukan peningkatan pencarian informasi.
Srinivasan dan Ratchford (1991, p. 234) juga menyebutkan bahwa jumlah
pengalaman (amount of experience) berpengaruh negatif terhadap jumlah
usaha pencarian (amount of search).
Modifikasi model sebagai model alternatif dilakukan dengan
menambah pengaruh negatif antara prior experience terhadap media
search, kemudian dihitung dengan AMOS 4. Hasilnya menunjukkan ada pengaruh
negatif, tetapi hasil uji goodness of fit justru menunjukkan penurunan
AGFI, TLI, CFI dan peningkatan CMIN/DF dan RMSEA dibanding model standar yang
direplikasi. Selain itu terdapat dua pengujian yang hasilnya marginal, yaitu:
AGFI (0,879) dan RMSEA (0,081). Maka modifikasi model tidak jadi dilakukan dan
penelitian ini tetap menggunakan model awal (model standard yang diusulkan),
karena dinilai sebagai model yang paling sesuai untuk meneliti perilaku beralih
merek handphone.
Hasil uji goodness of fit pada model standar yang
diusulkan akan diuraikan satu persatu sebagai berikut:
1.
Chi Square (X²)
Pengujian
chi square dimaksudkan untuk mengetahui perbedan antara populasi yang
diestimasi dengan sampel yang diteliti. Sehingga diharapkan tidak ada perbedaan
antara populasi dengan sampelnya. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai chi
square yang rendah dan tidak signifikan.
Hasil
penghitungan chi square sebesar 14,875 sedangkan chi square tabel
dengan df = 10 dan a = 5% adalah sebesar 18,31. Sehingga koefisien chi square
14,875 dinilai cukup kecil, karena lebih kecil dibanding 18,31. Maka koefisien chi
square tersebut tidak signifikan pada a = 5% yang berarti bahwa tidak ada
perbedaan antara sampel dengan populasi. Dapat dikatakan juga bahwa perbedaan
antara sampel dengan populasi adalah kecil dan tidak signifikan. Perbedaan
antara sampel dengan populasi tersebut signifikan pada a
= 13,7%.
2. CMIN/DF
CMIN/DF
atau chi square relatif merupakan hasil pembagian antara fungsi
kesalahan sampel yang minimal dengan derajat kebebasannya (Ferdinand, 2002, h.
58). CMIN/DF yang diharapkan agar model dapat diterima adalah £
2,00. Nilai CMIN/DF yang dihasilkan dari penghitungan adalah sebesar 1,488.
Hasil tersebut dinilai baik, karena sudah memenuhi ketentuan lebih kecil
dibanding 2,00.
3. GFI
(Goodness of Fit Indeks)
Pengujian indeks goodness of fit dimaksudkan untuk
mengetahui proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sample yang
dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasi (Bentler, 1983;
Tanaka & Huba, 1989 dalam Ferdinand, 2002, h. 57). GFI yang diharapkan
adalah GFI ³ 0,90. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa GFI sebesar
0,961 dinilai baik karena lebih besar daripada 0,90.
4.
AGFI (Adjusted
Goodness of Fit Index)
AGFI dapat mengadjust fit indeks terhadap df yang
tersedia untuk menguji diterima atau tidaknya model. Hasil yang diharapkan
adalah ³ 0,90. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa AGFI sebesar
0,891 yang dinilai kurang baik atau marginal karena lebih kecil daripada
0,90.
5.
TLI (Tucker
Lewis Index)
TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index
yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah base line model
(Baumgartner & Homburg, 1996 dalam Ferdinand, 2002, h. 58). Nilai yang
diharapkan adalah TLI ³ 0,95. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa TLI sebesar
0,974 yang dinilai baik karena lebih besar daripada 0,95.
6.
CFI ( Comparative
Fit Index)
Nilai CFI yang direkomendasikan adalah ³
0,95. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa CFI sebesar 0,988 dinilai baik
karena lebih besar daripada 0,95.
7. RMSEA
(The Root Mean Square Error of Approximation)
RMSEA
merupakan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk mengkompensasi chi square
statistik dalam sampel yang besar (Baumgartner & Homburg, 1996 dalam
Ferdinand 2002). Uji RMSEA menunjukkan goodness of fit yang dapat
diharapkan bila model diestimasi dalam populasi (Hair, et al. 1998). Hasil
RMSEA yang diharapkan agar model dapat diterima adalah £
0,08. Nilai RMSEA yang dihasilkan dari penghitungan adalah sebesar 0,07. hasil
tersebut dinilai baik, karena sudak memenuhi ketentuan lebih kecil dibanding
0,08.
C.
Uji
Hipotesis.
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui signifikan
atau tidaknya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen
sesuai dengan yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini. Hasil pengujian
hipotesis adalah sebagai berikut:
1.
Uji Hipotesis 1.
Pengujian hipotesis pertama dilakukan untuk mengetahui
pengaruh prior experience terhadap product knowledge. H1: prior
experience berpengaruh positif terhadap product knowledge. Dengan
taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 98 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS 4 adalah sebesar 8,992
lebih besar dibanding harga t tabel. Maka H1 diterima pada a
= 5%, yang berarti benar bahwa prior experience berpengaruh signifikan
positif terhadap product knowledge.
Semakin meningkat pengalaman konsumen dengan merek-merek
handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan meningkatkan
pengetahuan mereka mengenai produk handphone tersebut. Konsumen yang pernah
membeli dan memiliki lebih banyak merek handphone (berganti-ganti merek) akan
lebih tinggi pengetahuannya tentang produk handphone dibanding konsumen yang
hanya pernah membeli sedikit merek handphone. Hal ini mendukung teori Alba dan
Hutchinson (1987) dalam Rao dan Sieben (1992, p.258) bahwa pengetahuan konsumen
adalah pengetahuan yang berdasar pada pembelian, pemakaian, atau pengalamanya
sendiri.
2.
Uji Hipotesis 2.
Pengujian hipotesis kedua dilakukan untuk mengetahui
pengaruh prior experience terhadap satisfaction. H2: prior
experience berpengaruh positif terhadap satisfaction. Dengan taraf
signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung yang diperoleh adalah sebesar 2,390
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H1 diterima pada a
= 5%. Hal ini membuktikan bahwa prior experience berpengaruh signifikan
positif terhadap satisfaction.
Semakin meningkatnya pengalaman konsumen dengan merek-merek
handphone yang pernah dibeli dan dimiliki sebelumnya akan meningkatkan kepuasan
mereka terhadap merek yang terakhir sebelum membeli merek yang saat ini
dimiliki. Konsumen yang sudah berpengalaman dengan banyak merek handphone,
tentu sudah banyak merasakan pengalaman yang menyenangkan (pengalaman positif)
maupun pengalaman negatif dari setiap merek. Jadi, konsumen akan semakin mampu
untuk membedakan kualitas merek-merek handphone yang sudah pernah dibeli,
dimiliki dan dipakai sebelumnya, sehingga untuk pembelian berikutnya mereka
dapat memilih merek yang paling memuaskan dari beberapa alternatif pilihan. Hal
ini mendukung teori Purwani dan Dharmmesta (2002); Sambandam dan Lord (1995)
yang telah menemukan bahwa peningkatan pengalaman dalam pembelian mobil dapat
meningkatkan kemampuan pembeli untuk membuat pilihan yang lebih memuaskan.
3.
Uji Hipotesis 3.
Pengujian hipotesis ketiga dilakukan untuk mengetahui
pengaruh product knowledge terhadap satisfaction. H3: product
knowledge berpengaruh positif terhadap satisfaction. Dengan taraf
signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar 6,846
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H1 diterima pada a
= 5%. Hal ini membuktikan bahwa product knowledge berpengaruh signifikan
positif terhadap satisfaction.
Semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai produk
handphone (terutama pengetahuan tentang merek-merek handphone yang pernah
dibeli dan dimiliki sebelumnya) akan meningkatkan kepuasan mereka terhadap
merek yang terakhir sebelum membeli merek yang saat ini dimiliki. Hal ini
disebabkan karena dengan pengetahuan produk handphone yang tinggi konsumen akan
semakin mengetahui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing
merek handphone, sehingga pada pembelian berikutnya mereka lebih mampu memilih
merek yang memuaskan atau sesuai dengan yang diharapkannya. Hasil tersebut
mendukung teori Purwani dan Dharmmesta (2002) yang menyebutkan bahwa konsumen
yang berpengetahuan lebih tinggi akan lebih realistis dalam pemilihan yang
sesuai dengan harapannya.
4. Uji Hipotesis 4.
Pengujian hipotesis keempat
dilakukan untuk mengetahui pengaruh product knowledge terhadap media
search. H4: product knowledge berpengaruh positif terhadap media
search. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai
t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar –2,451 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H4 diterima
pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa product knowledge
berpengaruh signifikan negatif terhadap media search. Semakin tinggi
pengetahuan konsumen mengenai produk handphone ternyata justru akan menurunkan
tingkat pencarian media.
Hasil penelitian ini berbeda tanda
(beda pengaruh positif/negatif) dengan hipotesis penelitian ini dan berbeda
dengan hasil yang ditemukan oleh Sambandam dan Lord (1995) yang direplikasi.
Hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan karakteristik produk yang diteliti,
latar belakang responden atau lokasi penelitian. Perilaku konsumen dalam
pembelian handphone mungkin lebih dipengaruhi oleh sumber informasi interpersonal,
yaitu informasi dari hubungan atau interaksi dengan lingkungannya, seperti:
informasi dari teman, keluarga atau orang lain. Sebelum membeli handphone,
konsumen mungkin berunding dengan temannya atau mengajak temannya untuk
terlibat dalam proses pembelian. Sehingga mereka yang sudah berpengetahuan
tinggi mengenai produk handphone tidak meningkatkan pencarian media, tetapi
justru menurunkan tingkat pencarian media.
Hal ini mungkin juga disebabkan
karena dengan pengetahuan produk handphone yang tinggi konsumen akan semakin
mengetahui kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh masing-masing merek
handphone. Pada pembelian berikutnya, mereka akan merasa sudah memiliki
pengetahuan yang cukup untuk membuat keputusan tanpa mencari banyak informasi
tambahan dari sumber media. Bagaimanapun, semakin rendah pengetahuan produk
lebih memungkinkan bagi konsumen untuk meningkatkan pencarian media untuk
mendapatkan informasi yang cukup tentang beberapa merek saat akan membeli merek
handphone tertentu.
Hasil penelitian ini ternyata sesuai
dengan teori Assael (1998, h. 245) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang menentukan banyaknya pencarian informasi adalah pengalaman dan pengetahuan
produk yang rendah. Semakin rendah pengetahuan konsumen terhadap produk tertentu
justru akan meningkatkan usaha pencarian informasi mengenai produk tersebut,
dan sebaliknya. Hasil juga mendukung penelitian Punj dan Staelin (1983) dalam
Srinivasan dan Ratchford (1991) yang telah memodelkan variabel pengetahuan
sebelumnya yang dapat digunakan (usable prior knowledge) berpengaruh
negatif terhadap variabel jumlah pencarian (amount of search).
5. Uji Hipotesis 5.
Pengujian hipotesis kelima dilakukan untuk mengetahui
pengaruh satisfaction terhadap media search. H5: stisfaction
berpengaruh negatif terhadap media search. Dengan taraf signifikan 5%
dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio
atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar –2,756 lebih besar dibanding harga t
tabel, maka H5 diterima pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa satisfaction berpengaruh
signifikan negatif terhadap media search. Semakin tinggi kepuasan
konsumen justru akan menurunkan tingkat pencarian media.
Konsumen yang sudah merasa puas dengan merek handphone yang
dimilikinya akan mengurangi tingkat pencarian media untuk mendapatkan informasi
mengenai merek-merek handphone. Hal ini mungkin karena mereka menganggap bahwa
informasi yang diperoleh dari sumber media hanya berguna untuk mencari dan
mendapatkan merek baru yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Sedangkan
sebelumnya mereka sudah menemukan merek yang sesuai dan memuaskan. Pada
pembelian yang berikutnya, informasi dari sumber media menjadi kurang begitu
penting dan pencarian informasi hanya terbatas pada jenis atau model baru dengan
merek yang sama, sehingga mereka akan menurunkan tingkat pencarian media.
Bila konsumen merasa kurang puas atau tidak puas dengan
merek handphone yang dimilikinya, mereka akan tertarik untuk menemukan merek
lain yang lebih memuaskan dengan meningkatkan pencarian media. Hal ini
mendukung teori Beatty, Kahle dan Homer (1988) dalam Dharmmesta (1999, h. 83)
yang mengatakan bahwa ketidakpuasan emosional konsumen dari pengalamannya
dengan produk dapat menyebabkan konsumen merasa tertarik untuk mencari merek lain
diluar merek yang biasanya. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian
Sambandam dan Lord (1995) yang telah menemukan pengaruh negatif yang terjadi
antara tingkat kepuasan terhadap tingkat pencarian media dalam pembelian mobil.
6. Uji Hipotesis 6.
Pengujian hipotesis keenam dilakukan untuk mengetahui
pengaruh satisfaction terhadap consideration-set size. H6: bahwa stisfaction
berpengaruh negatif terhadap consideration-set size. Dengan taraf
signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar –4,750
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H6 diterima pada a
= 5%. Hal ini membuktikan bahwa satisfaction berpengaruh signifikan
negatif terhadap consideration-set size. Semakin tinggi kepuasan
konsumen justru akan memperkecil jumlah merek yang dipertimbangkan.
Konsumen yang sudah merasa puas dengan merek handphone yang
terakhir, lebih besar kemungkinannya bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan
kembali merek tersebut pada pembelian yang berikutnya. Sedangkan bila konsumen
merasa belum puas atau tidak puas dengan merek handphonnya, mereka akan
berusaha membandingkan beberapa alternatif merek untuk menemukan salah satu
merek yang mungkin paling sesuai dengan harapannya. Hal ini mendukung teori
Assael (1998, h. 67), bahwa sedikit atau tidak adanya pencarian informasi dan
pertimbangan hanya pada satu merek saja terjadi ketika konsumen dipuaskan
dengan merek khusus dan pembelian yang konsisten. Hasil penelitian ini juga
mendukung penelitian Sambandam dan Lord (1995) yang telah menemukan pengaruh
negatif yang terjadi antara tingkat kepuasan terhadap seperangkat merek yang
dipertimbangkan dalam pembelian mobil.
7. Uji Hipotesis 7.
Pengujian hipotesis ketujuh dilakukan untuk mengetahui pengaruh
satisfaction terhadap switching behavior. H7: bahwa stisfaction
berpengaruh negatif terhadap switching behavior. Dengan taraf signifikan
5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar –3,277
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H7 diterima pada a
= 5%. Hal ini membuktikan bahwa satisfaction berpengaruh signifikan
negatif terhadap switching behavior. Semakin tinggi kepuasan konsumen
justru akan memperkecil perilaku beralih. Perilaku beralih dikatakan besar jika
konsumen berganti merek atau beralih ke merek lain. Sedangkan perilaku beralih
dikatakan kecil jika konsumen hanya mengganti model atau tipe tetapi mereknya
masih sama.
Tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen terhadap
merek handphone yang dimilikinya dapat memperkuat sikap positif terhadap merek
dan dapat menyebabkan mereka loyal terhadap merek tersebut. Sehingga akan
membeli merek yang sama pada pembelian berikutnya dan kecil kemungkinannya
untuk beralih ke merek yang lain. Sebaliknya, ketidakpuasan terhadap merek
handphone yang dimiliki dapat menyebabkan konsumen bersikap negatif terhadap
merek tersebut. Sehingga lebih besar kemungkinannya mereka akan beralih ke
merek lain yang lebih sesuai dengan harapannya. Hal ini sesuai dengan teori
Assael (1998) dan Boulding, et al. (1993). Hasil penelitian ini juga mendukung
penelitian Sambandam dan Lord (1995) yang telah menemukan adanya pengaruh
negatif yang terjadi antara tingkat kepuasan terhadap perilaku beralih dalam
pembelian mobil..
8. Uji Hipotesis 8.
Pengujian hipotesis kedelapan dilakukan untuk mengetahui
pengaruh media search terhadap consideration-set size. H8: bahwa media
search berpengaruh positif terhadap consideration-set size. Dengan
taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 97 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar 3,996
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H8 diterima pada a
= 5%. Hal ini membuktikan bahwa media search berpengaruh signifikan
positif terhadap consideration-set size.
Semakin banyak media yang dibaca
atau dilihat, akan semakin banyak merek yang dipertimbangkan. Hal ini
disebabkan karena banyaknya media yang dibaca dan dilihat akan memperbanyak
informasi tentang merek handphone yang ditemukan. Sedikit demi sedikit
informasi tersebut disimpan dalam memori konsumen hingga membentuk kumpulan
atau seperangkat merek yang akan dipertimbangkan dalam pembelian handphone
berikutnya. Hal ini mendukung teori Sutisna (2001) dan penelitian Sambandam dan
Lord (1995); Purwani dan Darmmesta (2002) yang menyatakan adanya pengaruh
positif antara tingkat pencarian media terhadap seperangkat merek yang
dipertimbangkan.
9. Uji Hipotesis 9.
Pengujian hipotesis kesembilan dilakukan untuk mengetahui
pengaruh consideration-set size terhadap retailer search. H9:
bahwa consideration-set size berpengaruh positif terhadap retailer
search. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 98 diperoleh nilai
t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar 8,394 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H9 dapat
diterima pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa consideration-set size
berpengaruh signifikan positif terhadap retailer search.
Semakin banyak merek yang
dipertimbangkan, akan semakin banyak juga pencarian retail. Ini disebabkan
karena mungkin konsumen merasa kesulitan dalam mengambil keputusan pembelian
dengan banyaknya alternatif merek. Sehingga mereka membutuhkan bantuan beberapa
retail untuk menentukan pilihan yang terbaik. Alasan lain adalah mungkin karena
konsumen berusaha membuktikan kesesuaian merek-merek yang sudah dipertimbangkan
sebagai hasil dari pencarian informasi dengan kenyataan merek yang ada di
beberapa retail atau counter handphone. Hasil ini mendukung penelitian
Sambandam dan Lord (1995) yang menemukan adanya pengaruh positif antara
seperangkat merek yang dipertimbangkan terhadap tingkat pencarian informasi
mealui retail.
10. Uji Hipotesis 10.
Pengujian hipotesis kesepuluh dilakukan untuk mengetahui
pengaruh consideration-set size terhadap switching behavior. H10:
bahwa consideration-set size berpengaruh positif terhadap switching
behavior. Dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan 96 diperoleh
nilai t tabel ±1,64. Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4
adalah sebesar 4,262 lebih besar dibanding harga t tabel, maka H10 dapat
diterima pada a = 5%. Hal ini membuktikan bahwa consideration-set size
berpengaruh signifikan positif terhadap switching behavior.
Semakin banyak merek yang dipertimbangkan, akan lebih
memungkinkan konsumen untuk beralih ke merek yang lain. Ini disebabkan karena
produsen handphone terus mengembangkan produknya. Sehingga merek yang dulu
dinilai kurang baik, saat ini mungkin menjadi merek yang paling baik. Konsumen
yang mempertimbangkan banyak merek akan lebih memungkinkan untuk menjumpai
merek lain yang lebih bagus dibanding merek yang dimilikinya, meskipun dulu
mereka menganggap mereknya paling bagus. Pada akhirnya mereka akan beralih ke
merek yang lain. Sedangkan bagi konsumen yang mempertimbangkan sedikit merek
atau hanya satu merek saja yang dipertimbangkan, akan lebih kecil
kemungkinannya untuk berganti merek.
Alasan lain yaitu karena dengan banyaknya alternatif merek
yang dipertimbangkan, konsumen memiliki kebebasan untuk memilih atau menentukan
pilihannya. Seperti teori Menon dam Kahn (1995, h.286) yang mendefinisikan
perilaku beralih sebagai perilaku konsumen yang bebas untuk memilih sebuah item
khusus yang lebih disukai. Bagaimanapun juga, semakin banyak merek lain yang
dipertimbangkan akan lebih besar kemungkinannya untuk beralih merek daripada
hanya mempertimbangkan sedikit merek atau hanya mempertimbangkan satu merek
handphone yang dimilikinya. Hasil ini mendukung penelitian Sambandam dan Lord
(1995) yang telah menemukan bahwa seperangkat merek yang dipertimbangkan
berpengaruh positif terhadap perilaku beralih.
11. Uji Hipotesis 11.
Pengujian hipotesis kesebelas dilakukan untuk mengetahui
pengaruh retailer search terhadap switching behavior. H11: retailer
search berpengaruh positif terhadap switching behavior. Dengan taraf
signifikan 5% dan derajat kebebasan 96 diperoleh nilai t tabel ±1,64.
Nilai critical ratio atau t hitung hasil AMOS4 adalah sebesar 3,077
lebih besar dibanding harga t tabel, maka H11 dapat diterima pada a
= 5%. Hal ini membuktikan bahwa retailer search berpengaruh signifikan
positif terhadap switching behavior.
Semakin banyak retail handphone yang
telah didatangi untuk mendapatkan informasi beberapa merek handphone akan
meningkatkan perilaku konsumen untuk beralih ke merek yang lain. Hal ini
disebabkan karena para retail atau pengecer handphone dapat mempengaruhi
konsumen untuk memilih dan membeli merek handphone tertentu yang mungkin
memiliki margin keuntungan yang paling besar bagi pengecer. Pengecer handphone
memiliki kekuatan untuk mengarahkan konsumen pada merek yang diinginkan
pengecer.
Alasan yang lain adalah dengan mengunjungi banyak retail
handphone, mencoba beberapa merek handphone dan bertanya kepada beberapa
penjual, konsumen akan mendapatkan lebih banyak informasi mengenai beberapa
merek handphone. Biasanya konsumen cenderung memilih merek lain yang dinilai
baik menurut sebagian besar pengecer daripada hanya menurut satu pengecer saja.
Konsumen juga cenderung memilih merek lain dengan informasi yang paling lengkap
dari para pengecer. Maka semakin banyak pengecer yang dikunjungi dan semakin
lengkap informasi mengenai merek handphone lain yang peroleh dari para pengecer
akan lebih memungkinkan konsumen beralih ke merek lain.
V. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI
Pengaruh prior experience
terhadap media search dalam penelitian ini berbeda tanda positif/negatif
dengan hipotesisnya dan berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya, tetapi
sesuai dengan teori Assael (1998) serta penelitian Punj dan Staelin (1983)
dalam Srinivasan dan Ratchford (1991). Hal ini karena perilaku konsumen dalam
pembelian handphone mungkin lebih dipengaruhi oleh sumber informasi
interpersonal, seperti: informasi dari teman, keluarga atau orang lain. Sebelum
membeli handphone, konsumen mungkin berunding dengan temannya atau mengajak
temannya untuk terlibat dalam proses pembelian. Sehingga mereka yang sudah
banyak mengetahui produk handphone justru akan menurunkan tingkat pencarian
media. Hal ini mungkin juga disebabkan karena dengan pengetahuan produk
handphone yang tinggi konsumen akan semakin mengetahui kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki oleh masing-masing merek handphone. Pada pembelian berikutnya,
mereka akan merasa sudah memiliki pengetahuan yang cukup untuk membuat
keputusan tanpa mencari banyak informasi tambahan dari sumber media.
Hasil pengujian hipotesis
menunjukkan bahwa banyaknya pengalaman yang lalu berpengaruh signifikan positif
terhadap pengetahuan produk, sesuai dengan H1. Pengalaman sebelumnya dan
pengetahuan produk berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan, sesuai
dengan H2 dan H3. Bahwa semakin banyak pengalaman dan semakin tinggi
pengetahuan produk dapat meningkatkan kemampuan konsumen untuk dapat membuat
pilihan merek yang lebih memuaskan. Pengetahuan produk dan kepuasan berpengaruh
signifikan negatif terhadap tingkat pencarian media, sesuai H5 tetapi tidak
sesuai dengan H4. Tingkat kepuasan juga berpengaruh signifikan negatif terhadap
banyaknya merek yang dipertimbangkan dan perilaku beralih, sesuai H6 dan H7.
Tingkat pencarian media berpengaruh signifikan positif terhadap banyaknya merek
yang ikut dipertimbangkan sebelum membeli handphone, sesuai dengan H8.
Banyaknya merek yang dipertimbangkan konsumen berpengaruh signifikan positif
terhadap tingkat pencarian retail dan perilaku beralih, sesuai dengan H9 dan
H10. Yang terakhir, tingkat pencarian retail berpengaruh signifikan positif
terhadap perilaku beralih, sesuai H11.
Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang
kemungkinan dapat menimbulkan gangguan terhadap hasil penelitian. (1) Pencarian
informasi yang dijadikan variabel hanya dari sumber media dan retail. Sumber
personal tidak dimasukkan, karena banyaknya pencarian informasi melalui teman
pada umumnya lebih tergantung dari bagaimana mereka berinteraksi dan
bersosialisasi dengan orang lain di lingkungannya. (2) Penelitian ini belum
mencakup seluruh merek handphone, karena responden yang terpilih membeli
merek-merek handphone yang sudah familiar. (3) Masih ada pengaruh antar
variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian ini, yaitu pengaruh antara
pengalaman sebelumnya terhadap pencarian media. Pengaruh ini tidak dimasukkan
karena hasil uji goodness of fit model kurang bagus dibanding model awal
yang diusulkan. (4) Asumsi normalitas data tidak terpenuhi, karena tehnik
pengambilan sampel dengan purposive sampling. Sehingga tidak semua
anggota populasi memiliki kemungkinan yang sama untuk terpilih, hanya mereka
yang memenuhi kriteria tertentu saja.
Rekomendasi bagi penelitian yang akan datang adalah
hendaknya penelitian yang akan datang menghipotesiskan pengaruh antara prior
experience terhadap media search sesuai teori Assael (1998),
Srinivasan dan Ratchford (1991). Penelitian yang akan datang sebaiknya mencakup
semua merek handphone yang ada.
Lampiran-lampiran:
Identitas
Responden Berdasar Jenis Kelamin
Maret
– April 2003
Jenis
Kelamin
|
n
|
%
|
Laki-laki
Wanita
|
69
31
|
69
31
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Sumber: data primer yang sudah diolah
Identitas
Responden Berdasarkan Tingkat Pengeluaran
Maret
– April 2003
Pengeluaran
Setiap Bulan
|
n
|
%
|
Dibawah
Rp.1juta
Antara
Rp.1juta sampai Rp.2juta
Antara
Rp.2juta sampai Rp.3juta
Antara
Rp.3juta sampai Rp.4juta
Antara
Rp.4juta sampai Rp.5juta
Diatas
Rp.5juta
|
47
28
11
3
7
4
|
47
28
11
3
7
4
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Frekuensi
Pergantian Merek Handphone
Maret
– April 2003
Banyaknya
Pergantian Merek
|
n
|
%
|
satu
(1) kali
dua
(2) kali
tiga
(3) kali
empat
(4) kali
lebih
dari empat kali
|
47
24
12
7
10
|
47
24
12
7
10
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Waktu
Pergantian Merek Handphone yang Terakhir Kali
Maret
– April 2003
Terakhir
Kali Ganti Merek
|
n
|
%
|
0
– 6 bulan yang lalu
6
-12 bulan yang lalu
1
– 1,5 tahun yang lalu
1,5
– 2 tahun yang lalu
2
– 3 tahun yang lalu
|
52
23
9
8
8
|
52
23
9
8
8
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Jumlah
Handphone yang Saai ini Dimiliki Responden
Maret
– April 2003
Jumlah
Handphone
|
n
|
%
|
Satu
buah handphone
Dua
buah handphone
Lebih
dari dua buah handphone
|
88
12
0
|
88
12
0
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Saat
Pertama Kali Responden Memiliki Handphone
Maret
– April 2003
Pertama
Kali Memiliki HP
|
n
|
%
|
Tahun
1995
Tahun
1996
Tahun
1997
Tahun
1998
Tahun
1999
Tahun
2000
Tahun
2001
Tahun
2002
Tahun
2003
|
1
3
11
10
17
17
23
14
4
|
1
3
11
10
17
17
23
14
4
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Perbedaan
Merek Saat Ini Dengan Sebelumnya
Maret
– April 2003
Beda
Merek atau Sama
|
n
|
%
|
Berbeda
merek.
Merek
yang sama.
|
80
20
|
80
20
|
Jumlah
|
100
|
100
|
Merek
Sama pada Pemilik Satu Merek
Maret
– April 2003
Merek
Sekarang
|
Merek
Sebelumnya
|
n
|
%
|
Nokia
Siemens
Philips
|
Nokia
Siemens
Philips
|
14
5
1
|
70
25
5
|
Jumlah
|
20
|
100
|
Pergantian
Merek pada Pemilik Dua Merek
Maret
– April 2003
Merek
Sekarang
|
Merek
Sebelumnya
|
n
|
%
|
Nokia
& Nokia
Nokia
& Nokia
Nokia
& Nokia
Nokia
& Ericson
Siemens
& Siemens
Siemens
& Nokia
Siemens
& Nokia
Siemens
& Nokia
Ericson
& Samsung
Ericson
& Siemens
Ericson
& Siemens
Ericson
& Siemens
|
Motorola
& Motorola
Siemens
Samsung
& Siemens
Samsung
Motorola
Nokia
& Nokia
Samsung
& Motorola
Nokia
& Motorola
Ericson
Nokia
& Ericson
Samsung
& Motorola
Siemens
& Samsung
Samsung
& Ericson
|
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
|
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
8,3
|
Jumlah
|
12
|
100
|
Faktor
Yang Mendasari Pergantian Merek Handphone
Maret
– April 2003
Alasan
Ganti Merek
|
n
|
Fasilitas
menu (feature)
Bosan,
cari variasi baru, coba merek lain
Kualitas
suara
Mengikuti
trend
Bentuk,
desain
Awet,
mudah rusak, kualitas
Jangkauan
sinyal
Harga
yang baru lebih mahal
Harga
yang baru lebih murah
Baterai
|
37
31
18
18
16
10
9
6
2
2
|
Pergantian
merek pada Pemilik Satu Merek
Maret
– April 2003
Merek
Sekarang
|
Merek
Sebelumnya
|
n
|
%
|
Nokia
Nokia
Nokia
Nokia
Nokia
Siemens
Siemens
Siemens
Siemens
Siemens
Motorola
Motorola
Motorola
Sony
Ericson
Sony
Ericson
Samsung
Samsung
|
Samsung
Sony Ericson Siemens
Motorola
Philips
Motorola
Nokia
Sony
Ericson
Samsung
LG
Sony
Ericson
Siemens
Nokia
Siemens
Nokia
Sony
Ericson
Nokia
|
11
10
9
8
4
7
3
2
2
2
1
1
1
4
1
1
1
|
16,2
14,7
13,2
11,8
5,9
10,3
4,4
2,9
2,9
2,9
1,5
1,5
1,5
5,9
1,5
1,5
1,5
|
Jumlah
|
68
|
100
|
DAFTAR
PUSTAKA
Assael, Henry, 1998, Consumer Behavior and Marketing
Action, 6th Edition, New York University.
Boulding, et al. (1993), "A Dynamic Process Model of
Service Quality", Journal of Marketing Research, Vol. 30,
(February), p. 7-27.
Dharmmesta, Basu S (1993), Perilaku Berbelanja Konsumen Era
90’an dan Strategi Pemasaran, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia,
September, h. 29-40.
Enggel, Blackwell & Miniard, 1994, Perilaku Konsumen,
Jilid I, Edisi VI, Jakarta, Binarupa Aksara.
Ferdinand, Augusty, 2002, Structural Equation Modeling
Dalam Penelitian Manajemen, Edisi 2, Semarang, Bagian Penerbitan UNDIP.
Hair, et al., 1998, Multivariate Data Analysis, 5th.
Edition, London, Prentice-Hall Interanational.
Junaidi, Shellyana dan Dharmmesta, Basu S., (2002),
"Pengaruh Ketidakpuasan Konsumen, Karakteristik Kategori Produk, dan Kebutuhan
Mencari Variasi Terhadap Keputusan Perpindahan Merek, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 1, h. 91-102.
Kahn, Barbara E (1998), "Dynamic Relationship With
Customer: High-Variety Strategis", Journal of the academy of Markeing
Science, Vol. 26, No. 1 pages 45-53
Kardes, et al. (1993), "Brand Retrieval, Consideration
Set Composition, Consumer Coice, and the Pioneering Advantage", Journal
of Consumer Research, Vol. 20, June, p. 62-73.
Keaveney, Susan M. (1995), "Customer Switching Behavior
in Service Industries: An Exploratory Study", Journal of Marketing,Vol.
59, April, p. 71-82.
Kustituanto, B & Badrudin, 1995, Statistik Ekonomi,
Yogyakarta, Bagian Penerbitan STIE YKPN.
Menon, Satya and Khan, Barbara E (1995), "The Impact of
Context on Variety Seeking in Product Choices", Journal of Consumer
Research, Vol.22 (December), p.285-295
Nenungadi, Praskash (1990), "Recall and Customer
Consideration Sets: Influencing Choice Without Altering Brand
Evaluations", Journal of Consumer Research, Vol. 19, (Set), p.
256-270.
Parasuraman, 1991, Marketing Research, 2nd ed, USA,
Addison-Wesley Publishing Company,Inc.
Purwani, Kusniyah dan Dharmmesta, Basu S. (2002),
"Perilaku Beralih Merek Konsumen dalam Pembelian Produk Otomotif", Jurnal
Ekonomi & Bisnis Indonesia, Vol. 17, No. 3, Juli.
Rao, Akshay and Sieben, Wanda (1992), "The Effect of
Prior Knowledge on Price Acceptability and The Type of Information
Exhamined", Journal of Consumer Research, Vol. 19, September, p.
256-270.
REVIEW
Dalam jurnal ini menjelaskan tentang pengaruh brean dan merek
handphone terhadap perilaku konsumen. Dimana dengan banyaknya merek handphone
yang dikeluarkan oleh beberapa perusahaan maka permintaan konsumen pun
bervariasi sesuai selera dan keinginan. Dalam tulisan jurnal ini telah
dilakukuan berbagai uji, meskipun ada byk batasan-batasan termasuk dalam uji
tidak menggunakan semua jenis merek handphone.
0 komentar:
Posting Komentar